Oleh : Mochamad Bugi
Sumber : Dakwatuna



Maksud Hifzhul Jawarih Minadz Dzunub

Al-hifzhu berarti menjaga, memelihara. Al-jawarih berarti bagian-bagian tubuh, yaitu anggota tubuh yang ada dalam tubuh manusia baik yang tampak ataupun yang tidak tampak, yang ada di luar atau yang ada dalam tubuh, seperti tangan, kaki, telinga, mata, hidung, mulut, perut, dan hati. Ad-dzunub adalah dosa-dosa.


Jadi, maksud dari hifzhul jawarih min ad-dzunub adalah memelihara dan menjaga anggota tubuh dari segala dosa, sehingga dirinya dapat terpelihara dari maksiat dan terhindar dari azab Allah swt.


Manusia diciptakan dalam keadaan sempurna dan istimewa, tidak seperti makhluk-makhluk lain seperti malaikat, jin, setan, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Hal ini difirmankan Allah swt. dalam surat At-tiin ayat 4:

لقد خلقنا الإنسان في أحسن التقويم

“Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna.”

Apa yang membuat manusia diciptakan dalam keadaan sempurna? Paling tidak ada 3 komponen yang diberikan Allah swt. kepada manusia sehingga menjadi makhluk yang sempurna, yaitu akal, ruh, dan jasad.

Tiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan saling menyempurnakan. Jika salah satu hilang, maka kesempurnaan manusia akan hilang. Akal yang digunakan untuk berpikir, membedakan manusia dari binatang. Karena itu, jika manusia tidak mau menggunakan akalnya dengan baik, maka tak ubahnya seperti binatang. Ruh membuat manusia mampu bergerak dan melakukan aktivitasnya. Jika ruh hilang dalam diri manusia, maka tak ubahnya seperti mayat yang terbujur kaku. Tidak bisa bergerak. Jangankan bergerak, menepis sesuatu yang menempel di tubuhnya pun tidak bisa.

Jasad juga sangat dibutuhkan dalam diri manusia. Jika ada tidak jasad, maka dirinya tidak terlihat; dan ini tak ubahnya seperti jin, setan, atau malaikat. Alangkah baik jika seperti malaikat, makhluk yang dimuliakan Allah. Namun jika seperti setan? Naudzubillah min dzalik.

Namun demikian kesempurnaan manusia adalah relatif. Dengan 3 komponen yang telah dianugerahkan Allah ini, diharapkan manusia mampu menjalankan perintah Allah dengan maksimal dan baik, bersyukur kepada Yang Maha Pemberi, dan beribadah kepada sang Khaliq.

Allah mengingatkan dalam ayat ke 5 surat At-tiin:

ثم رددناه أسفل سافلين إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات فلهم أجر غير ممنون فما يكذبك بعد بالدين أليس الله بأحكم الحاكمين

“Kemudian kami kembalikan mereka ke tempat yang paling rendah, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka bagi mereka ganjaran yang tidak terbatas. Allah tidak berdusta dengan agama. Bukankah Allah sebaik-baik Hakim?”

Allah akan menghinakan manusia karena mereka tidak mau menggunakan akal untuk memikirkan segala ciptaan Allah hingga menghasilkan iman yang dalam kepadanya. Allah juga akan menghinakan manusia yang tidak menggunakan ruhnya untuk beribadah. Allah pasti akan menghinakan manusia yang tidak menggunakan jasadnya untuk menjalankan segala kewajiban dan tidak mampu menjaga dari dosa-dosa yang dilarang.

Dalam agama ada dua bagian penting: pertama, melakukan ketaatan terhadap segala perintah Allah; kedua, menjauhi segala larangan Allah.

Perbuatan taat adalah pekerjaan yang mudah. Setiap orang mampu mengerjakannya. Tapi, meninggalkan kemaksiatan adalah perbuatan yang paling berat karena terkait dengan meninggalkan kesenangan dan keinginan, Karena itu meninggalkan kemaksiatan adalah perbuatan yang tidak bisa dilakukan kecuali hanya oleh shiddiqun (orang-orang yang jujur) dalam beribadah dan bersungguh-sungguh dalam meninggalkan kemaksiatan.

Rasulullah saw. bersabda:

المهاجر من هجر السوء، والمجاهد من جاهد هواه

“Al-Muhajir (orang yang hijrah) adalah yang meninggalkan keburukan, dan al-mujahid (orang yang berjihad) adalah yang bersungguh-sungguh menahan hawa nafsunya.”

Makna Adz-Dzunuh dan Pembagiannya

Ad-dzunub –jamak dari kata dzanbun (dosa)– adalah balasan atau ganjaran Allah terhadap seseorang yang melakukan kemaksiatan. Jika seseorang melakukan kesalahan, maka atasnya dosa. Jika bertaubat kepada Allah, maka akan dihapus dosa tersebut. Namun jika tidak bertaubat, maka dosanya akan terus bertambah dalam hatinya dan membuat hati menjadi keras serta sulit untuk menerima kebaikan, nasihat, dan hidayah Allah.

Rasulullah saw. men-tamtsil-kan dosa seperti noktah hitam. Jika bertaubat, noktah hitam tersebut akan hapus. Namun jika dibiarkan, akan terus bertambah hitam. Para sahabat Nabi menganggap dosa –walaupun dosa dari kesalahan yang kecil– seperti gunung besar dan tinggi yang akan menimpa diri mereka.

Sementara, Imam Al-Ghazali men-tamtsil-kan dosa seperti kaca jendela yang setiap hari tertimpa debu. Jika kaca tersebut setiap hari dibersihkan, maka akan selalu tetap bersih. Namun jika dibiarkan dan tidak dibersihkan, debu akan terus bertambah dan lambat laun akan membuat kaca tertutup oleh debu sehingga cahaya matahari tidak bisa menembus kaca yang tertutup dengan debu.

Berdasarkan jenisnya, dosa dibagi menjadi dua, yaitu dosa besar dan dosa kecil. Dosa besar adalah dosa yang dilakukan oleh seseorang karena melakukan kemaksiatan seperti zina, memakan harta riba, syirik, menyembah kepada selain Allah, dan bersumpah palsu. Sedangkan dosa kecil yaitu dosa yang dilakukan oleh seseorrang karena melakukan kesalahan atau pelanggaran.

Sedangkan jika dibagi berdasarkan perbuatan yang dilakukan, dosa juga digolongkan menjadi dua. Pertama, dosa yang berhubungan dengan Allah; yaitu dosa karena melakukan pelanggaran atas hak-hak Allah seperti meninggalkan ibadah wajib dan tidak puasa. Dosa ini jika pelakunya bertaubat kepada-Nya, maka akan diampuni.

Kedua, dosa yang berhubungan dengan manusia; yaitu dosa yang dilakukan oleh seseorang karena melakukan kesalahan kepada orang lain seperti menyakiti dan mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan. Dosa ini tidak akan diampuni oleh Allah kecuali dengan mendapat maaf dari orang yang disakiti atau mengembalikan harta yang diambil kepada pemiliknya.

Jenis-jenis Jawarih

Al-jawarih (anggota tubuh) adalah nikmat yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Tanpa al-jawarih, kesempurnaan manusia akan hilang. Jika salah satu jawarih hilang, maka dianggap cacat.

Al-jawarih juga merupakan amanah Allah yang harus dipelihara dan tidak boleh dikhianati, tidak digunakan untuk melakukan kemaksiatan, dan harus dipelihara dari dosa. Siapa yang melanggarnya, dianggap telah melakukan kezhaliman terhadap jawarih-nya.

Setiap al-jawarih yang dimiliki oleh manusia akan menjadi saksi nanti di hari kiamat. Jawarih-nya akan berbicara di hadapan Allah guna memberikan kesaksian terhadap apa yang diperbuat oleh pemilik jawarih tersebut. Allah berfirman:

يوم تشهد عليهم ألسنتهم وأيديهم وأرجلهم بما كانوا يعملون

“Pada hari itu lisan-lisan, tangan-tangan, dan kaki-kaki mereka akan menjadi saksi terhadap apa yang mereka lakukan (di dunia).”

Allah juga berfirman:

اليوم نختم على افواههم وتكلمنا أيديهم وتشهد أرجلهم بما كانوا يكسبون

“Pada hari itu kami kunci mulut-mulut mereka. Tangan-tangan dan kaki-kaki mereka menjadi saksi terhadap apa yang mereka lakukan.”

Adapun al-jawarih yang khusus kita jaga ada tujuh, yaitu mata, telinga, lidah, perut, kemaluan, tangan, dan kaki.

Adab Hifzhul Jawarih Minadz Dzunub

Adapun adab-adab menjaga al-jawarih dari dzunub adalah sebagai berikut:

1. Adab mata

Allah berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

“Katakanlah kepada orang-orang beriman (laki-laki) hendaknya menjaga pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, karena yang demikian itu membersihkan jiwa mereka dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan apa yang mereka lakukan. Dan katakanlah kepada wanita perempuan hendaknya mereka menjaga pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka.” (An-Nur:30-31)

Mata diciptakan untuk memberikan petunjuk dalam kegelapan, membantu pada kebutuhan-kebutuhan yang dilakukan oleh anggota tubuh lain, melihat keindahan ciptaan Allah dari langit dan bumi dan makhluk lainnya, sehingga dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah.

Memelihara mata dapat dilihat pada empat hal:

1. menggunakannya untuk melihat pada sesuatu yang tidak diharamkan;

2. menggunakannya untuk melihat pada sesuatu yang tidak mengumbar nafsu;

3. menggunakannya untuk melihat pada seorang muslim tidak dengan pandangan hina;

4. menggunakannya untuk melihat pada seorang muslim untuk tidak membuka aib.

2. Adab Telinga

Telinga diciptakan untuk mendengarkan kalam Allah, sunnah Rasulullah saw, dan ceramah-ceramah yang dapat memberikan faedah mengenal Allah swt., Raja Yang Maha Hidup dan Pemberi Nikmat Yang tiada henti.

Adapun telinga hendaknya dipelihara dari mendengar sesuatu yang bid’ah, ghibah, maksiat, batil, dan dari menceritakan aib orang lain.

3. Adab Lisan

Lisan diciptakan untuk memperbanyak menyebut nama Allah, berdzikir kepada-Nya dan membaca kitab Allah, mengajak manusia pada jalan-Nya, memvisualisasikan apa yang ada dalam hati dari kebutuhan agama dan dunia.

Jika lisan digunakan bukan pada tempatnya, maka pada hakikatnya telah mengingkari nikmat Allah. Karena, lisan adalah anggota tubuh yang sangat besar manfaatnya. Manusia tidak dimasukkan ke dalam neraka, kecuali karena lisannya.

Rasulullah saw. bersabda:

إن الرجل ليتكلم بالكلمة ليضحك بها أصحابه فيهوي بها في قعر جهنم سبعين خريفا

وروى أنه قتل شهيد في المعركة على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال قائل: هنيئا له الجنة، فقال: صلى الله عليه وسلم: (وما يدريك لعله كان يتكلم فيما لا يعنيه، ويبخل بما لا يغنيه.

Diriwayatkan bahwa seseorang mendapatkan syahid dalam kancah perang pada masa Rasulullah saw, maka seseorang berkata, “Selamat baginya surga.” Rasulullah saw. bersabda, “Kalian tidak mengetahui bahwa dirinya banyak berbicara sesuatu yang tidak perlu dan kikir pada orang yang membutuhkan.”

Adapun adab menjaga lisan ada 5, yaitu:

· Jaga lisan dari berdusta

Yaitu menjaganya dari jidal dan canda, tidak membiasakan pada dusta karena dusta merupakan pangkal dosa besar.

· Jaga lisan pada janji

Jika seseorang berjanji, maka harus ditunaikan janji tersebut, kecuali karena uzdur syar’i atau darurat, namun sebisa mungkin untuk bisa menepati janji tersebut dan tidak melanggarnya; karena melanggar janji merupakan akhlak yang paling tercela dan salah satu dari sifat munafik.

Nabi saw bersabda:

ثلاث من كن فيه فهو منافق وإن صام وصلى: من إذا حدث كذب، وإذا وعد أخلف، وإذا أؤتمن خان

“Tiga hal yang jika salah satunya ada dalam diri seseorang maka disebut munafik walaupun mendirikan shalat dan puasa: jika berbicara berdusta, jika berjanji melanggar, dan jika diberi amanah mengkhianati.”

· Tidak ghibah

Ghibah adalah menceritakan diri seseorang yang tidak disukai walaupun yang diceritakan mendengarnya, jika benar maka dirinya telah melakukan ghibah dan zhalim. Maka dari itu seseorang harus memelihara dirinya dari berbuat ghibah, karena ghibah adalah perbuatan yang tercela dan paling jahat.

Ghibah juga merupakan perbuatan yang diharamkan Allah, dan biasanya ghibah bersumber dari prasangka buruk terhadap seseorang lalu tanpa melakukan cek dan ricek terlebih dahulu diceritakan kepada orang lain. Allah swt. mengecam orang yang berghibah dan menyamakannya dengan memakan daging saudaranya yang sudah meninggal.

Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنْ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah akan buruk sangka, karena buruk sangka sebagiannya adalah dosa.Jangan mengintai, dan jangan ghibah sebagian kalian dengan yang lainnya, sukakah diantara kalian memakan daging saudaranya yang sudah meninggal, tentu kalian tidak akan menyukainya, dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang.” (Al-Hujurat:12)

Cukuplah bagi seseorang memikirkan aibnya sendiri ketimbang aib orang lain, sebagaimana yang diwasiatkan Rasulullah saw.

طوبى لمن شغله عيبه عن عيوب الناس

“Beruntunglah seseorang yang sibuk dengan aibnya sendiri dari memikirkan aib orang lain.”

Allah swt. memuji orang yang menjadi perisai saudaranya dan menjaga dirinya untuk tidak menceritakan aib orang lain. Karena dirinya mampu menutupi aib orang, maka Allah akan menutupi aib dirinya. Namun jika mengumbar aib orang, maka Allah akan mengecamnya dan dibuka kehormatannya di dunia sementara di akhirat Allah akan mencelanya di hadapan semua makhluk-Nya.

· Jangan berbantah-bantahan dan jidal

Yaitu berbantah-bantahan dalam bicara di hadapan orang lain dengan tujuan menghinakan orang tersebut sambil menampakkan dirinya orang yang paling bersih, pintar, dan berwawasan luas.

Rasulullah saw. bersabda:

من ترك المراء وهو مبطل بنى الله له بيتا في ربض الجنة، ومن ترك المراء وهو محق بنى الله له بيتا في أعلى الجنة

“Barangsiapa yang meninggalkan berbantah-bantahan padahal dalam kebatilan, maka Allah akan bangunkan baginya rumah dalam surga paling bawah. Dan barangsiapa yang meninggalkan berbantah-bantahan padahal kebenaran, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga yang paling tinggi.”

· Tidak mencela ciptaan Allah

Seseorang tidak boleh mencela ciptaan Allah; seperti hewan, makanan atau manusia itu sendiri. Tidak menuduh orang pada kekafiran atau nifak; karena kufur dan nifak adalah urusan Allah dan merupakan perbuatan hati. Dan yang berhak membuka perbuatan hati adalah Allah.

Rasulullah saw. tidak pernah mencela makanan yang ada di hadapannya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a., “Rasulullah saw. sama sekali tidak pernah mencela makanan yang tidak disukainya. Jika beliau menyukai, maka beliau memakannya; dan jika tidak, maka beliau meninggalkannya.”

4. Adab Perut

Adapun perut harus dipelihara dari memakan makanan yang haram dan syubhat. Berusahalah mencari yang halal. Bagi seseorang yang telah mendapatkan harta yang halal, maka hendaknya berusaha menggunakannya dengan sebaik-sebaiknya. Tidak memakannya hingga kekenyangan karena kekenyangan akan membuat hati keras, merusak akal, melemahkan daya ingat, membuat anggota tubuh berat untuk beribadah dan membaca Al-Quran, meninggikan nafsu syahwat dan membuka pintu setan sehingga masuk ke dalamnya.

5. Adab kemaluan

Kemaluan harus dipelihara dari hal-hal yang diharamkan Allah, sebagaimana yang difirmankan Allah swt:

وَالذَينَ هُم لِفُروجِهم حافِظون، إِلاّ عَلى أَزواجِهِم أَو ما مَلَكَت أَيمانُهُم

“Dan mereka yang memelihara farj (kemaluannya) kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak mereka.”

Pemeliharaan farj tidak akan bisa diraih kecuali dengan memelihara mata dari pandangan yang diharamkan, menjaga hati dari mengkhayal dan mengumbar syahwat, dan menjaga perut dari syubhat dan kekenyangan karena semua itu merupakan pemicu dari syahwat.

6. Adab tangan

Adapun tangan juga harus dipelihara dari melakukan tindakan yang merugikan orang lain; seperti memukul orang lain tanpa alasan yang dibenarkan, mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak halal, menyakiti setiap makhluk Allah, berkhianat, menulis sesuatu yang tidak dihalalkan, karena tulisan adalah pengganti lisan.

7. Adab kaki

Adapun kaki harus dipelihara dari berjalan menuju yang haram dan ke tempat yang diharamkan. Tidak menggunakannya untuk menendang atau melakukan kekerasan, dan berusaha untuk melangkahkannya ke tempat yang halal dan dibolehkan; seperti masjid, majelis taklim, berziarah ke tempat saudaranya sesama muslim, dan membantu orang lain.

Demikianlah hifhzul jawarih yang harus dipelihara oleh setiap muslim. Amal jawarih merupakan cerminan dari kondisi hati. Karena itu, jika seseorang ingin berhasil melakukan hifzhul jawarih, hendaknya memelihara hatinya agar bersih dari dosa dan kotoran. Baik dan buruknya jawarih terlihat dari kondisi hati. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.:

ألا إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح بها سائر الجسد، وإذا فسدت فسد بها سائر الجسد ألا وهي القلب.

“Ketahuilah dalam jasad manusia ada segumpal darah, jika baik maka akan baik pula seluruh jasadnya, dan jika rusak maka akan rusak pula seluruh jasadnya. ketahuilah, segumpal darah itu adalah hati. ”