Gambar ilustrasi
Ketahuilah bahwa selama manusia itu tangannya masih bergelayut dengan angan-angan muluk untuk hidup di dunia maka selama itu pula kenikmatan dunia menjadi inti dari butir-butir angan-angannya. Dan masih ditambah lagi dengan keinginan jiwa yang tidak hendak lekang dari unsur kemaksiatan yang memoles kenikmatan dan syahwat dunia.


Di sisi lain syetan selalu membisikkan janji bahwa nanti pada penghujung usia akan datang kesempatan untuk bertaubat. Tapi ternyata kematian telah benar-benar di depan mata dan harapan untuk memperpanjang kesempatan hidup sudah tidak memungkinkan lagi baru ia akan menyadari bahwa dirinya selama ini telah dikungkung syahwat dunia. Ketika itu penyesalannya karena sikap meremehkan yang ia lakukan selama ini benar-benar telah mencapai puncaknya, hingga hampir saja membunuhnya. Yang ia mohon pada saat demikian adalah agar dirinya diberi kesempatan untuk kembali kepada kehidupan dunia untuk bertaubat dan beramal shalih.
Namun sayang tak satu pun dari permohonannya itu yang akan dikabulkan, sehingga selain kepayahan yang harus ia tanggung pada saat sakaratul maut ia juga harus membawa beban penyesalannya.

Di dalam kitab-Nya Allah telah memperingatkan kepada hamba-hamba-Nya untuk mempersiapkan diri mereka dengan taubat dan amal shalih sebelum kematian datang menjemput.

“Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserahdirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan, ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu sebelum datang adzab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, supaya jangan ada orang yang mengatakan, ‘Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah’.”

Ada cerita dari orang-orang yang tengah meninggu saat-saat kematiannya datang, mereka mendengar ungkapan penyesalan seraya menampar-nampar wajah mereka sendiri, “Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah.” Adfa pula yang mengeluh,”Dunia telah tunduk kepadaku hingga hari-hariku lenyap begitu saja.”Yang lainnya mencoba mengingatkan,”Janganlah kalian tertipu kehidupan dunia seperti yang aku alami.”

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, ‘ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan, ‘Sekali-kali tidak, Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja.” (Al-Mukminin:99-100).

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang diantara kamu. Lalu ia berkata, ‘Ya Rabbku, mengapa engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih ?’ Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya.” (Al-Munafiqun: 10-11).
“Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini.” (Saba: 54).

Orang-Orang Salaf, termasuk diantaranya Umar bin Abdul Aziz, menafsirkan ayat Saba: 54 ini bahwa ketika mereka memohon keturunannya taubat atas dosa-dosa merekadibentangkanlah tabir yang menghalangi mereka dengan taubat itu.

Al-Hasan mengatakan, “Wahai anak Adam, bertaqwalah kepada Allah, janganlah engkau menanggung dua beban bersama-sama : Sakaratul-maut, dan penyesalan“ Sedangkan As-Sammak mengatakan hal yang senada, ‘ Hindarilah olehmu, sakaratul-maut dan penyesalan. Yakni, ketika kematian datang menjemput dengan tiba-tiba sementara engkau masih terkungkung dalam kubangan tipu daya. Tak ada kata-kata yang dapat menggambarkan apa yang akan engkau hadapi dan apa yang akan engkau saksikan kelak.”

Allah berfirman,
“Wahai anak Adam jika engkau bergelimang dalam kenikmatanku namun juga berkubang dalam lumpur kedurhakaan kepada-Ku maka berhati-hatilah. Aku tidak akan mematikanmu dalam kedurhakaan kepada-Ku.” Namun menurut versi ajaran orang-orang Yahudi Israel firman Allah itu berbunyi, ‘Wahai anak Adam, berhati-hatilah. Allah tidak akan menghukumi dengan dosa kemudian menghantarkanmu bertemu dengan-Nya. Kematianmu dengan cara demikian tidak akan dapat engakau jadikan alasan untuk berkelit dari siksa.’

Kenyataan telah membuktikan bahwa kematian kebanyakan orang-orang yang mengabdikan hidupnya untuk kedurhakaan, sangat tragis. Ketika kematian itu datang mereka belum sempat membersihkan lumpur kedurhakaan, dan lumpur itulah yang menjadi sumber kehinaan mereka dalam perjalanan kehidupan dunia mereka sekaligus menjadi bahan-bahan yang akan dikonversi menjadi adzab akhirat. Kenyataan menunjukkan bahwa kematian dalam keadaan belum bersih semacam ini banyak terjadi pada mereka yang menderita ketergantungan pada cairan yang beralkohol itu. Orang mengatakan:

“Adakah engkau merasa terlindung
engkau pemabuk yang ulung
tanpa kau sadari kematian telah tersandung
pada saat engkau masih lindung
engkau menjadi ibrah umat manusia di muka bumi
engkau bertemu Allah sebagai orang yang paling keji.”

Ada cerita dari orang-orang dahulu yang mengisahkan sebuah katastrop pahit yang dialami seorang pemabuk. Pada suatu malam orang ini mabuk. Isterinya yang mengetahui kelakuan suaminya itu langsung mengumpatnya karena telah meningggalkan sholat. Dalam keadaan mabuk ia membalas umpatan isterinya itu dengan bersumpah ingin menceraikannya tiga kali berturut-turut dan tidak akan melakukan sholat selama tiga hari berturut-turut pula. Tapi begitu berpisah ia merasa tersiksa berpisah dengan isteri. Siksaan itu menimpanya selama tiga hari. Pada hari ketiga ajal menjemputnya dalam keadaan yang sama sekali tidak berubah : kecanduan minuman beralkohol itu dan meninggalkan sholat.

Sumber : Mahligai Taqwa Memetik Mutiara Hikmah Oleh Ibnu Rajab Al-Hanbaly hal.106